Dari Desa Lolong hingga Kampung Batik Kauman

Mukharom.com – Minggu pagi kali ini tidak seperti biasanya, saya terbangun di Kota Pekalongan yang cukup jauh lokasinya dari rumah saya. Bagi kalian yang belum tahu, saat ini saya sedang berlibur di Pekalongan dalam rangka mendapat undian dari perusahaan, ceritanya bisa dilihat pada: Undian Liburan Perusahaan di Awal Tahun. Kemarin saya sudah mengunjungi Museum Batik Pekalongan yang unik dan bersejarah, sedangkan hari ini saya akan mengunjungi 3 tempat sekaligus. Ya saya sudah merencanakan hal itu sejak kemarin, dan kebetulan saya menyewa sepeda motor dan mudah untuk menjangkau tempat yang ada.

Memulai Pagi Hari dengan Sarapan

Saya sempat bingung mencari sarapan disini, karena lokasi saya menginap masih seperti pedesaan. Masih banyak sawah di sekitarnya dan minim penjual makanan di pagi hari. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari sarapan menggunakan sepeda motor ke arah selatan. Saya sempat menemukan beberapa penjual namun ada yang tidak menarik, ada juga yang hanya menjual camilan, dan ada juga yang hanya menjual minuman (jamu). Saya mencari penjual makanan yang cocok cukup jauh, beberapa km dari tempat saya menginap.

Setelah saya sampai di pertigaan jalan dan masih belum menemukannya, akhirnya saya berbalik arah dan mencari ulang. Tidak jauh dari pertigaan tersebut ternyata ada ibu-ibu penjual lauk dan nasinya yang tempatnya sangat sederhana. Akhirnya saya memutuskan untuk makan ditempat tersebut dengan lauk telur yang diberi bumbu mirip kari & sayur pepaya + udang. Masakannya cukup enak khas kampung, jadi teringan kampung bapak saya di Cilacap. Saya sempat mengobrol banyak dengan ibu penjual tersebut dan beliau cukup heran saya ke Pekalongan sendiri dengan tujuan yang ‘tidak jelas’. Tidak ada saudara, teman, ataupun kenalan dan tentunya sendirian 😀

Menjelajah hingga ke Desa Lolong

Setelah sarapan saya pun langsung bergegas dan berhemat waktu untuk pergi ke Desa Lolong, tepatnya ke Lolong Adventure. Lokasinya sekitar 20 KM dari tempat saya menginap yakni di Bumirejo. Dari lokasi penginapan, saya hanya mengandalkan Google Maps saja untuk memandu perjalanan saya menuju kesana. Saya sama sekali belum pernah ke lokasi tersebut sebelumnya.

Perjalanan menuju lokasi disuguhkan dengan pemandangan sawah yang luas di kanan dan kiri jalan. Jalanan yang dilalui sudah cukup bagus dan beraspal, walaupun sebagian jalanannnya terdapat lubang-lubang yang dapat menggenang air ketika hujan turun. Mungkin karena masih banyaknya truk atau mobil besar yang berlalu lalang. Selain itu banyak sekali pohon durian dan warga sekitar yang menjajakan durian di pinggir jalan, memang desa Lolong ini terkenal dengan Duriannya. Alhamdulilah perjalanan ke lokasi berjalan dengan lancar berkat Google Maps yang memandu jalan dengan baik. Saya sempat bingung dan takut nyasar ketika menemui jembatan yang cukup mengerikan dan kecil untuk menyebrangi sungai yang cukup besar, tetapi ketika saya melihat kembali di maps ternyata memang benar jalannya.

Hingga sampailah di Desa Lolong tersebut dan langsung saya memasukinya. Tiket masuknya hanya sebesar Rp5.000,- untuk dapat masuk ke lokasi tersebut, biaya parkir dikenakan Rp3.000,-. Semua tersebut belum termasuk biaya lainnya seperti arung jeram atau wahana lainnya yang ada di lokasi tersebut. Saya langsung disambut dengan sungai yang penuh bebatuan dan airnya cukup deras, kata warga sekitar kondisi air saat ini memang sedang besar/tinggi karena masuk musim penghujan. Saya langsung turun ke bawah dan merasakan dinginnya air di sungai tersebut.

Terlihat juga ada beberapa warga yang memanfaatkan sungai tersebut untuk diambil pasirnya untuk dijual kembali. Beberapa warga juga ada yang memancing di sungai tersebut, tapi sebenarnya saya bingung memangnya ada ikan yang mengetahui umpan tersebut di arus sungai yang deras itu. Setelah puas melihat-lihat daerah sekitar, menyelupkan kaki di air, dan minum kopi sambil makan tempe mendoan, akhirnya saya memutuskan untuk kembali ke penginapan. Karena terbatasnya waktu (ingin check out dan mengembalikan sewa motor), saya pun tidak bisa berlama-lama disana.

 

Istirahat kembali di Masjid Kauman

Setelah check out dari penginapan yang dilakukan sebelum jam 12, saya juga harus mengejar waktu untuk mengembalikan motor yang saya sewa. Karena jika telat dari jam 12 maka akan dihitung 2 hari dan saya harus menambah bayaran saya Rp100.000,-. Akhirnya saya dapat mengembalikan tepat waktu dan selepas itu langsung memenuhi perut yang lapar di warung makan terdekat.

Berhubung masjid yang berada di sekitar tempat tersebut dikunci dan sangat sepi sekali, akhirnya untuk sholat Zuhur saya melaksanakan di Masjid Kauman yang lokasinya di dekat Kampung Batik Kauman. Sebelumnya saya sudah janjian dengan mas Arief selaku pengusaha batik di Pekalongan untuk melihat proses membatik, dan saya memilih masjid yang terdekat saja. Setelah solat saya memutuskan untuk beristirahat meluruskan kaki dan tidur-tiduran sebentar untuk melemaskan otot yang cukup lelah ini.

Diajak Melihat Proses Membatik

Saya sangat penasaran dan ingin sekali melihat proses membatik secara langsung, tepatnya untuk proses batik cetak. Saya pun mencari tau sebelumnya dan menemukan Kampung Batik Kauman yang cukup terkenal dengan batik rumahannya. Namun karena saya bingung akan mengunjungi tempat yang mana, akhirnya saya mencari tau terus orang yang bisa saya hubungi. Saya tidak dapat menemukan kontak orang yang tinggal di Kampung Batik tersebut di mbah Google, akhirnya saya mencari di Instagram berdasarkan nama, lokasi, maupun hastag. Akhirnya saya menemukan Fifty Batik sebagai salah satu Toko Batik yang berada di Kampung Batik Kauman.

Saya langsung menghubungi akun tersebut melalui Direct Message instagram, dan menunggu balasannya. Sudah beberapa hari berlalu pun belum kunjung ada balasan dari akun tersebut. Ketika saya cek ulang ternyata terdapat nomor telepon di profile instagram tersebut, akhirnya saya simpan dan saya coba hubungi via Whatsapp. Respon yang diberikan Mas Arief selaku pemilik Fifty Batik sangat baik sekali, beliau menyambut dengan baik chattingan dari saya. Karena kebetulan saat itu saya ingin mencari Homestay juga, maka saya dialihkan ke teman beliau.

Respon yang diberikan temannya agak jauh berbeda, sedikit cuek dengan chat saya. Dan ditambah lagi ternyata homestay yang saya tanyakan saat ini belum siap, entah karena kenapa alasannya. Saya sempat bingung mau kemana saat itu, hingga akhirnya saya chat kembali dengan mas Arief. Beliau masih merespon dengan baik dan mau mengajak saya untuk melihat proses membatik, padahal belum pernah bertemu sama sekali.

Awalnya saya pikir beliau memiliki toko batik sekaligus karyawan untuk proses membatik dan saya diajak ke tempatnya. Tapi ketika saya disana saya diajak menaiki mobil yang belakangnya penuh dengan tumpukkan kain mori berwarna putih. Disitulah obrolan, cerita, dan celotehan dimulai.

Ternyata mas Arief ini pengusaha batik yang tidak memiliki tempat batik. Beliau menitipkan kain mori polos ke pengrajin batik rumahan lainnya yang ada di Pekalongan hingga Batang. Dari kain yang sudah jadi tersebut sebagian besar langsung dijual langsung dan dikirim kepada pemesannya yang berada di luar Kota Pekalongan tersebut. Sebagian lainnya ada yang diolah kembali di konveksi miliknya dan dijadikan pakaian jadi. Saya diajak beliau ke 2 tempat pengrajin batik untuk melihat proses membatik di Pekalongan dan juga di Batang.

Beliau memulai bisnis batiknya secara mandiri tanpa adanya keturunan atau melanjutkan usaha dari pendahulunya. Dulunya beliau adalah karyawan biasa dan karena sudah lewatnya usia produktif untuk melamar, beliau mencoba usaha batiknya. Saat ini pemesan batik berupa kain dari luar kota rutin setiap bulannya, belum lagi ditambah toko batik beliau yang cukup ramai. Namun dibalik kesuksesan beliau terdapat perjuangan yang amat panjang untuk sampai ke saat ini.

Proses membuat batik cap

Kompor gas untuk memanaskan lilin malam

Proses pewarnaan batik

 

Setelah selesai menitipkan beberapa kodi kain mori tersebut ke pengrajin batik, kami pun kembali ke Kauman. Saya mampir membeli batik cap dalam bentuk daster untuk buah tangan bagi ibu saya. Kemudian saya mampir lagi ke masjid Kauman untuk beribadah dan beristirahat sambil menunggu waktu kedatangan kereta ke Semarang.

Meninggalkan Pekalongan

Hari sudah mulai sore, kereta saya akan berangkat pukul 17:43. Sayapun bergegas memesan Ojek Online untuk mengantar saya kembali ke stasiun yang lokasinya tidak jauh dari Masjid. Setelah sekitar 5 menit perjalanan, sayapun langsung memasuki halaman Stasiun dan mengeprint tiket untuk kemudian Check in. Selamat tinggal Pekalongan, sampai jumpa di lain kesempatan!

Have a good day!

You may also like...

2 Responses

  1. desa yang sempurna, indah banget di liatnya

  1. July 25, 2019

    […] (Ancol) ? namun kurang menantang. Saya seperti deja vu karena sebelumnya saat mengunjungi Pekalongan tepatnya di Desa Lolong dan melihat Arung Jeram yang sepertinya sangat asik. Hingga akhirnya di Bulan Juli ini Tim […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *