Hijrah dan Menyelam di Kota Surabaya
Mukharom.com – Rabu pagi masih terbangun di tempat yang sama, yakni di daerah Simpang Lima Semarang tempat saya menginap. Pagi ini saya harus bangun lebih awal dan mengemas barang-barang bawaan saya. Pasalnya jam 08:11 nanti kereta yang akan mengantar saya akan datang di Stasiun Semarang Tawang menuju Surabaya Pasar Turi. Setelah selesai mandi, saya pun mengemas seluruh barang bawaan dan memastikan tidak ada satupun barang yang tertinggal.
Saya turun ke bawah untuk sarapan pagi sambil membawa barang bawaan saya yang sebanyak 2 tas. Saya ingin langsung melakukan check out dan meninggalkan penginapan tersebut sehabis sarapan. Sarapan pagi ini dengan lauk telur bulat balado dan oseng jagung+sosis, ditemani dengan krupuk. Sangat cukup untuk mengganjal perut saya yang mungil di pagi hari. Setelah sarapan habis, saya langsung bertemu dengan petugas hostel tersebut untuk melakukan check out dan mengambil kartu identitas saya yang ditahan sebagai jaminan.
Hijrah ke Surabaya, Kota Pahlawan
Sepeti biasa, saya memesan Go-Jek untuk mengantar saya dari tempat penginapan ke Stasiun Semarang Tawang yang lokasinya tidak begitu jauh, hanya sekitar 4km dari penginapan. Perjalanan menuju Stasiun tersebut pada hari kerja cukup lancar, padahal saya berangkat ketika jam karyawan berangkat bekerja. Tidak seperti di Jakarta atau Bekasi yang memiliki ciri khas lalu lintas yang cukup padat, disini terlihat lancar dan tidak begitu padat seperti disana. Saya pun dapat dengan tenang dan tanpa takut ketinggalan kereta karena terlalu lama menuju lokasi. Tiba disana saya langsung mencetak tiket dan mencari camilan untuk di kereta nanti, lumayan kan perjalanan 4 jam lebih, jika tanpa camilan bisa laper 😀 .
Saya duduk di kursi A, di belakang tentunya karena ini merupakan Kereta Ekonomi. Saya lebih suka duduk normal dibanding duduk terbalik melawan arah, bisa-bisa kepala pusing dan mual-mual. Pagi itu saya berasa kurang bersemangat, sepertinya saya sudah mulai kelelahan karena beberapa hari pergi terus menerus. Maklum saja saya bukan orang yang memiliki hobby jalan-jalan, hanya sekali dua kali saja dan jarang melakukan liburan berturut-turut seperti ini. Akhirnya saya mengoleskan minyak angin dikepala, menancapkan earphone di kedua telinga, dan memejamkan mata. Dengan harapan menambah tenaga dan semangat kembali untuk melanjutkan berkeliling nantinya.
Tidur di gerbong Ekonomi memang tidak senyenyak di gerbong eksekutif, jarak yang sempit dan bangku yang tegak membuat tidur kurang nyaman. Namun karena faktor lelah semua itu bisa dilawan. Memang tidak bisa pulas tidur di kereta, saya juga tidak mau tidur berlama-lama karena posisi tidur yang tidak nyaman. Sambil menghilangkan ngantuk saya melakukan browsing mencari destinasi untuk keesokan harinya, sambil ngemil keripik yang sudah dibeli sebelumnya. Perjalanan di kereta sama seperti sebelumnya, disajikan pemandangan rumah warga dan hamparan sawah yang sangat luas. Lumayan bisa mempersegar mata melihat yang hijau-hijua.
Kereta Ambarawa Ekspress ini cukup banyak berhenti di beberapa stasiun, hal itu yang membuat perjalanan cukup lama ditempuh. Hingga akhirnya jam sudah melewati jam 12 dan kereta pun tiba di Stasiun akhir tujuan saya yakni Stasiun Pasar Turi, saya dan penumpang lainnya pun turun meninggalkan stasiun tersebut. Saya kemudian keluar dan berjalan ke arah kiri dari stasiun, menjauh dari ojek pangkalan dan taksi yang ada untuk memesan ojek online. Sialnya saya berjalan kearah yang salah dimana ojek online tersebut berkumpul, akhirnya saya mencancel pesanan saya karena rider tidak mau menjemput dan meminta saya kembali ke arah sebaliknya.
Saya pun meneruskan perjalanan saya dan sambil mencari makanan yang menarik dan mengenyangkan. Kesan saya terhadap kota Surabaya ini cukup berantakan, mungkin karena daerah yang saya lewati adalah Pasar dan Pusat Grosir yang kurang tertata rapi. Akhirnya saya singgah di penjual makanan yang menjual gado-gado, karena saya sedang ingin makan sayur-sayuran disaat itu. Gado-gado + lontong dengan ditemani es teh manis menambah tenaga di siang hari, gado-gado yang dijajakan cukup unik dan berbeda dari yang biasa saya makan. Sayurannya tidak begitu banyak, dan ditambah menggunakan selada untuk sayurannya. Kerupuk yang ditaburkan pun ada 2 macam, kerupuk biasa dan sedikit emping. Rasanya cukup enak walaupun kurang nendang dan porsinya kurang banyak :-D.
Menyelam ke Monumen Kapal Selam
Setelah perut terisi dan cukup kenyang sayapun memesan kembali Go-Jek di depan Pasar Turi tersebut, kali ini rider mau menjemput saya. Namun saat di perjalanan, awan di langit Kota Surabaya mulai menghitam dan langit pun terlihat mulai gelap. Di perjalanan saya terus berdoa agar hujan tidak turun terlebih dahulu sebelum saya sampai di tujuan. Karena pengemudi yang menjemput saya tidak memiliki jas hujan untuk penumpangnya, belum lagi mencari tempat meneduh cukup sulit. Hanya satu harapan saya agar hujan tidak turun saat saya masih dalam perjalanan.
Suasana lalu lintas di Kota Surabaya cukup padat, namun masih bisa dibilang cukup rapi dan tertib. Beberapa jalan diberlakukan sistem satu arah yang membuat saya sering ‘keder’. Lokasi Monumen Kapal Selam tidak begitu jauh dari tempat saya makan tadi, yakni hanya sekitar 5KM yang saya tempuh menggunakan ojek online. Di perjalanan saya sempat melihat bangunan-bangunan seperti Balai Kota dan juga Tugu ikonik dari kota Surabaya yakni Suro dan Boyo di pinggir Sungai Kalimas. Tiba di lokasi saya pun langsung bergegas masuk dan tak sabar ingin melihat arsitektur dari kapal selam tersebut.
Biaya tiket masuknya menurut saya cukup mahal, yakni sebesar Rp15.000,- untuk orang dewasa, padahal ini merupakan weekday bukan liburan. Setelah masuk saya pun langsung menaiki anak tangga untuk masuk ke kapal selamnya langsung, kebetulan saat itu sedang gerimis juga dan saya mempercepat langkah kaki. Tiba di dalam kapal selam, saya merasa sebagai pelaut yang sedang berada di dalam kapal selam dan menyelami samudra 😀 . Untungnya saya sudah sampai dan masuk kedalam kapal, karena diluar ternyata hujan turun dengan begitu derasnya. Suasana dalam monumen tersebut sangat menggambarkan sekali suasana di kapal selam pada jaman itu. Bahkan bagian-bagian dari kapal selam tersebut dibuat detail dan semirip mungkin dengan kapal selam aslinya.
Jika kamu berbadan tinggi dan cukup besar sepertinya tidak cocok mengunjungi monumen ini. Pasalnya ruangan yang disediakan tidak luas, banyak pipa-pipa yang mengarah ke bawah, dan terdapat beberapa pintu yang ukurannya kecil. Saya khawatir bagi anda yang berbadan besar akan menyangkut saat melewati pintu tersebut 😀 (peace, just joke). Sayapun melihat detail-detail bagian dari kapal selam, memasuki ke ruangan-ruangan yang ada hingga dari ujung ke ujung. Sayangnya objek yang dapat diamati hanya 1 lantai saja, saya pikir terdapat beberapa tingkatan yang dapat dijelajahi. Jadi jika kamu kesini jangan terburu-buru untuk pindah karena track ruangannya sangatlah kecil atau pendek. Jika kamu ingin berfoto, berhentilah sejenak dan jangan terburu-buru agar tidak kecewa atau kembali lagi ke tempat yang sudah dilewati sebelumnya.
Menonton Sejarah Kapal Selam
Seperti menutupi rasa kekecewaan terhadap monumen tersebut, para pengunjung disuguhkan dengan tayangan Videorama tentang sejarah kapal selam dan kiprahnya di Indonesia. Pemutaran videorama tersebut diadakan di ruangan khusus diluar dari monumen tersebut. Seperti layaknya bioskop, layar pada tayangan tersebut dibuat cukup lebar dengan penonton yang duduk dengan susunan anak tangga tersebut. Video yang diputar berdurasi sekitar 18menit yang berisikan tentang Sejarah pembuatan kapal selam di Indonesia, peran angkatan laut dalam rangka mempertahankan Negara Maritim Indonesia, serta sejarah pembuatan monumen tersebut.
Videorama yang diputar cukup seru dan tentunya menambah pengetahuan tentang sejarah tersebut. Saya jadi tahu sedikit tentang sejarah kapal laut yang pernah dirancang oleh bangsa Indonesia dalam rangka melawan penjajah yang masuk dari Negeri Belanda. Setidaknya rasa kecewa saya dengan monumen tersebut dapat sedikit terbayarkan dengan menonton Videorama yang ada.
Istirahat dan menyimpan barang bawaan
Selama di monumen tersebut, saya membawa kedua tas saya yang penuh berisi barang bawaan dari Bekasi. Punggung pun cukup terasa pegal di bagian belakang tubuhku. Rasanya ingin segera melepaskan dan meninggalkan begitu saja tas ini. Kebetulan hujan sudah reda, sayapun langsung memesan kembali ojek online untuh menuju ke tempat penginapan dan check ini. Hari ini saya memesan 1 kamar di CitiHub Hotel @Pecindilan dengan biaya yang hanya sekitar Rp100.000 untuk 1 kamar dengan shared bathroom. Namun kamarnya cukup baik dan tidak terlalu buruk, masih nyaman digunakan untuk beristirahat dan menghilangkan beban pikiran.
Sambil menunggu hujan yang turun, sayapun langsung masuk ke kamar untuk beristirahat sebentar dan kemudian membersihkan tubuh ini yang sudah lengket berlumur keringat. Setelah mandi selesai dan melihat ujan reda, saya memutuskan untuk mencari Laundry pakaian yang berada di lokasi sekitar. Pasalnya baju bersih yang saya bawa sudah tidak ada yang tersisa lagi alias sudah habis, saya memang tidak membawa pakaian ganti selama 1 minggu karena akan menambah berat tas bawaan. Untungnya di sekitar sini terdapat laundry yang lokasinya tidak jauh dari penginapan saya, dan dapat diambil di keesokan harinya, Syukurlah..
Karena hari sudah sore menjelang malam, saya pun memilih untuk tetap berada di penginapan dan menulis untuk tulisan ini. Toh diluar juga masih gerimis dan saya tidak mau memaksakan diri melanjutkan perjalanan ke tempat lain. Sambil merencanakan tujuan untuk keesokan harinya akan berkunjung kemana lagi, karena saya masih akan tinggal hingga hari Jum’at besok.
Perut sudah terisi dengan menyantap pecel ayam yang berada tidak jauh dari penginapan. Akibatnya mata pun ngantuk bukan main. Saya tidak mau memaksakan diri karena sudah tidak kuat lagi menahan kantuk. Akhirnya saya memutuskan untuk tidur dan beristirahat agar besok bisa melanjutkan perjalanan lagi dengan semangat. Sampai bertemu di tulisan di esok hari.
Have a good day!